Halaman

Video Karawitan Kelompok 12

Author: Nmne /

Setelah sebelumnya temen-temen hanya membaca artikel saja, kali ini kami akan menampilkan video tentang karawitan. Inilah video dari kelompok kami.

Selamat menonton yaa!!!



Patritur Lagu Karawitan

Author: Nmne / Label:

Lanc. Kebogiro pl. Br

Bk. 5 6 7 2 7 3 7 3 7 6 7 (5)

A. - 6 - 5 - 3 - 2 - 3 – 2 - 6 – [5]

- 6 – 5 - 3 – 2 - 3 – 2 - 6 – [5]

- 6 – 5 - 6 – 7 - 6 – 7 - 6 – [5]

- 6 – 5 - 6 – 7 - 6 – 7 - 6 – [5]

- 7 – 6 - 3 – 2 - 3 – 2 - 6 – (5)WA


Lancaran Kebogiro termasuk jenis Lancaran Nibani. Nibani dalam bahasa Jawa adalah jatuh. Jadi, dalam 1 gatra Kebogiro ada titik dimana pada saat titik itu instrumen seperti slenthem, saron, demung tidak dimainkan. Sedangkan kethuk justru dimainkan pada titiknya. Gong ageng dibunyikan saat tanda (), sedangkan gong suwuk dimainkan saat tanda []. Bk (Buka) dibawakan hanya oleh bonang barung, semua instrumen baru mulai dimainkan bersamaan saat gong ageng dibunyikan pada hitungan terakhir pada Buka. Pada baris terakhir ada singkatan WA, artinya wangsul (kembali) ke A.


Lanc. Udan Mas Pl. Br

Bk. - 7 7 7 5 6 7 2 - 7 6 5 6 7 6 (5)

A. 6 5 3 2 6 5 3 2 - 3 2 3 6 5 3 [2]

6 5 3 2 6 5 3 2 - 3 2 3 6 5 3 [2]

7 5 6 7 5 6 7 2 - 7 6 5 6 7 6 [5]

7 5 6 7 5 6 7 2 - 7 6 5 6 7 6 (5)


Lancaran Udan Mas termasuk jenis Lancaran Mlaku, yang dalam bahasa Jawa artinya jalan. Jadi, dalam 1 gatra tidak ada titik sehingga tidak ada saat berhenti memainkan instrumen. Kethuk dimainkan pada hitungan ke ganjil di setiap gatra. Saron penerus dimainkan 2 kali di semua angka. Gong ageng dibunyikan saat tanda (), sedangkan gong suwuk dimainkan saat tanda []. Bk (Buka) dibawakan hanya oleh bonang barung, semua instrumen baru mulai dimainkan bersamaan saat gong ageng dibunyikan pada hitungan terakhir pada Buka. Semua instrumen memainkan nada terakhir (5) segera setelah gong ageng.dibunyikan.


Cara membaca not angka dalam kesenian karawitan:

1 (Siji atau Ji)

2 (Loro atau Ro)

3 (Telu atau Lu)

4 (Papat atau Pat)

5 (Limo atau Mo)

6 (Enem atau Nem)

7 (Pitu atau Pi)

Buku Ajar Pendidikan Seni Tari & Karawitan

Notasi Gamelan

Author: Nmne / Label:

Notasi gamelan ditulis dengan karakter khusus untuk setiap instrumen. Musik tidak dinotasikan dalam angka untuk setiap instrumen, sehingga secara umum merupakan balungan atau melodi.
Selain angka, notasi gamelan ditunjukkan dengan tanda titik yang merupakan tanda diam,dan tanda bar yang menujukkan bahwa instrumen dimainkan dengan lebih cepat dari biasanya. Tanda titik di atas angka menunjukkan satu oktaf yang lebih tinggi, sedangkan tanda titik di bawah angka menunjukkan satu oktaf lebih rendah.
Beberapa simbol khusus dalam karawitan, misalnya: lingkaran untuk gong ageng dan tanda kurung untuk gong suwuk, tanda (+) untuk kethuk, tanda (v) untuk kempul, tanda (^) untuk kenong,
Notasi umum yang lain adalah N untuk kenong dan P untuk kempul.

http://homepages.cae.wisc.edu/~jjordan/gamelan/notation.html

Karawitan di Luar Negeri Lebih Dihargai??

Author: Nmne / Label:

Karawitan mendapatkan tempat yang istimewa di dunia seni pertunjukkan Indonesia. Di Yogyakarta, karawitan tidak hanya dapat berkembang baik di dalam kraton. Karawitan juga sangat berkembang di kalangan masyarakat. Di sela-sela kesibukan masyarakat, pasti ada aktivitas nabuh gamelan yang dilakukan secara rutin. Seniman karawitan boleh berbangga dengan keadaan ini. Namun, fenomena yang terjadi ini belum merupakan tanda kemapanan. Karawitan ternyata lebih dikembangkan oleh masyarakat California (USA), Munchen (Jerman), dan Amsterdam (Belanda).

Joselyn, seorang teman dari California, tiga tahun lalu mengabarkan bahwa seluruh perguruan tinggi yang ada di negaranya telah memiliki gamelan. Semua universitas telah membuka mata kuliah minor seni karawitan. Hebatnya lagi telah tumbuh suatu “iklim” yang luar biasa mapan di kalangan mahasiswa, yaitu barangsiapa yang tidak mau mengambil mata kuliah karawitan akan disebut “kampungan” .

Di Munchen, menurut penuturan Paul (aktivis LSM berkewarganegaraan Jerman) setiap bulan ada pentas orkestra gamelan yang ditiketkan dengan harga mahal. Meskipun demikian, menurut Paul, tiap bulan penonton pasti memadati gedung orkestra dan tiketpun laris manis. Lebih mengherankan lagi, ternyata seluruh personilnya adalah warga negara asli Jerman.

Miyam, seorang kenalan (warga negara Belanda), pernah menceritakan bahwa di negaranya, nabuh gamelan bukan lagi sekedar mencari hiburana, namun sebagai olahraga pengganti Yogya dan Taichi. Sekali lagi ini adalah warta yang mengharuskan setiap orang yang mendengar segera menggelengkan kepala sebagai tanda ketidaksanggupannya untuk menerima begitu saja.

Harus diakui bahwa ada perasaan iri ketika menyadari kemapanan masa depan seni karawitan lebih menjanjikan di belahan benua lain. Bahkan kadang muncul—mereka telah mencuri warisan budaya bangsa kita. Itulah yang salah. Mereka tidak mencuri, merampas, merampok atau pun menjajah. Mereka hanya lebih memiliki kepedulian. Sedangkan sebagaian besar masyarakat kita—mungkin hanya terkesan acuh tak acuh.

Untuk mengembangkan seni karawitan di negeri kita, langkah awalnya adalah menjadikan seni karawitan sebagai sesuatu yang inklusif untuk mendapatkan kepedulian masyarakat. Sedangkan, usaha transformasi nilai (moral) masih dapat dilakukan setelah mereka dekat, kenal, dan akrab dengan gamelan. Selanjutnya, dunia pendidikan formal sudah harus menyiapkan sarjana-sarjana yang memiliki spesifikasi sebagai pendidik, pengaji,kritisi, dan pengelola, selain praktisi seni pertunjukan (karawitan). Mereka inilah yang nantinya akan bersinergi sebagai agen budaya dalam rangka menciptakan iklim kondusif untuk kelangsungan hidup seni karawitan di “rumah sendiri”.

Kenyataan bahwa seni karawitan terkesan eksklusif (bila malu disebut kampungan), asing, tidak menyenangkan, dan puluhan istilah negatif lainnya, adalah efek dari anggapan perihal kemapanan budaya yang tidak mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran seni (karawitan) yang konservatif, tidak mempertimbangkan aspek psikologis, dan menitikberatkan kesenimanan, adalah kelalaian terhadap proses pelestarian. Inilah saaatnya kita mengenalkan suatu moetode belajar karawitan yang kontekstual. Mari bersama mencetak agen budaya yang mampu menghimpun masyarakat untuk belajar karawitan dengan gampang dan senang.


http://jogjanews.com/2009/10/25/semua-universitas-di-as-telah-membuka-kuliah-seni-karawitan/

Laras Gamelan dalam Seni Karawitan

Author: Nmne / Label:

Gamelan Jawa memiliki dua macam laras, yaitu slendro dan pelog. Baik laras slendro maupun pelog berbeda dengan nada musik Westren (nada musik barat, seperti nada yang seringkali kita kenal). hal yang membedakan adalah interval antar notasinya. Tiap instrumen gamelan tidak memiliki interval notasi yang sama, sehingga instrumen gamelan harus dimainkan sebagai suatu kesatuan yang utuh, namun tetap memiliki karakter khusus masing-masing instrumennya.

Slendro memiliki 5 notasi atau notasi pentatonik, yang terdiri dari 1,2,3,5,6 yang seringkai disebut sebagai notasi gamelan.

Pelog memiliki 7 notasi, yang terdiri dari 1,2,3,4,5,6,7 yang mirip dengan interval notasi musik pada umumnya

Bagian dari laras yang disebut pathet memiliki beberapa jenis: slendro nem, sanga, manyura dan pelog lima, nem, dan barang. Masing-masing pathet memiliki titi nada yang spesifik. Jadi, umumnya pelog dimainkan dengan menggunakan lima atau tujuh titi nada.

http://homepages.cae.wisc.edu/~jjordan/gamelan/scales.html

This template is brought to you by : allblogtools.com | Blogger Templates